Connect with us

POLITIK

Bukan Demi Kursi, PDIP Disebut Siap Lindungi Prabowo dari “Bayang-Bayang Jokowi” di Balik Gibran

Published

on

Namun, batu sandungan terbesar tetaplah Gibran. Ia bukan hanya telah keluar dari PDIP, tapi juga menjadi simbol keterputusan antara Jokowi dan partai yang dulu | Foto Net

ACEHTIMES.CO.ID | JAKARTA –  Arah angin politik nasional kembali berbelok. Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), yang sebelumnya menjadi oposisi garis keras terhadap Presiden terpilih Prabowo Subianto, kini dikabarkan tengah membuka pintu untuk bergabung ke dalam lingkar kekuasaan. Tapi bukan sekadar demi kursi di kabinet — ada yang lebih besar dipertaruhkan.

Menurut Direktur Gerakan Perubahan, Muslim Arbi, manuver PDIP kali ini bisa dimaknai sebagai langkah untuk “menjaga” Prabowo dari kekuatan-kekuatan tak kasatmata yang ada di sekeliling Wakil Presiden terpilih Gibran Rakabuming Raka. Termasuk, figur besar di belakangnya: Presiden Joko Widodo.

“Kalau dibaca dari narasi kebangsaan, besar kemungkinan PDIP ingin masuk kabinet bukan sekadar berbagi kekuasaan, tapi demi mengamankan kepemimpinan Prabowo dari intervensi orang-orang di balik Gibran, termasuk Jokowi,” ujar Muslim kepada RMOL, Senin (9/6).

Sinyal ini terlihat jelas dari pertemuan politik antara Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri dan Ketua Harian Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad pada Kamis, 5 Juni 2025. Menurut sumber, dalam pertemuan tersebut Dasco lebih banyak mendengarkan, sementara Megawati berbicara dalam nada kebangsaan.

Namun, batu sandungan terbesar tetaplah Gibran. Ia bukan hanya telah keluar dari PDIP, tapi juga menjadi simbol keterputusan antara Jokowi dan partai yang dulu membesarkannya. “Apakah PDIP bersedia duduk satu meja di kabinet dengan Gibran, yang secara simbolik telah mereka ‘pecat’?” tanya Muslim.

Baca Juga

Secara politik, posisi Gibran dinilai lemah. Ia tak punya dukungan partai kuat, selain PSI dan tentu saja ayahnya, Presiden Jokowi. Tapi justru di situlah letak kegelisahan PDIP.

“Gibran memang tidak punya kekuatan partai, tapi di baliknya ada jejaring kekuasaan Jokowi yang masih sangat aktif. PDIP bisa saja melihat itu sebagai ancaman terhadap stabilitas Prabowo,” kata Muslim.

Ia pun menduga, PDIP tengah menyiapkan strategi besar: bukan hanya merapat ke Prabowo, tapi juga menjadi penyeimbang di tengah potensi tarik-menarik kepentingan antara Prabowo dan Jokowi — dua tokoh kuat yang pernah berseteru, dan kini dipaksa berkoalisi oleh konstelasi politik.

“Kalau pemerintahan Prabowo diganggu dari dalam oleh orang-orang Gibran, maka PDIP bisa menjadi tameng politik. Ini bukan soal kekuasaan lagi, ini soal kontrol dan keberlangsungan arah bangsa,” pungkas Muslim.

Dengan dinamika ini, satu hal semakin jelas: kontestasi politik belum selesai di bilik suara. Ia justru baru dimulai, di ruang-ruang perundingan yang lebih senyap namun jauh lebih menentukan. | RED

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *