EKONOMI & BISNIS
Green Finance: Apakah Aceh Siap Menarik Investasi Ramah Lingkungan?
ACEHTIMES.CO.ID | BANDA ACEH – Dunia kini bergerak menuju skema pembiayaan hijau (green finance) untuk menjawab tantangan perubahan iklim sekaligus mendorong pertumbuhan ekonomi berkelanjutan.
Konsep ini mengedepankan investasi pada sektor ramah lingkungan, mulai dari energi terbarukan, pertanian organik, hingga pengelolaan sampah. Pertanyaannya, apakah Aceh siap ikut dalam arus global tersebut?
Aceh sejatinya memiliki modal besar. Hutan Leuser yang diakui sebagai paru-paru dunia, potensi energi terbarukan dari sungai, angin, hingga panas bumi, serta lahan pertanian kopi dan kakao yang cocok untuk skema pertanian organik. Semua ini berpotensi menjadi magnet investasi ramah lingkungan.
Namun, hingga kini belum terlihat peta jalan (roadmap) yang jelas terkait penerapan green finance di Aceh. Akses pendanaan untuk proyek ramah lingkungan masih minim, bahkan UMKM yang mencoba mengembangkan produk berkelanjutan kerap kesulitan memperoleh kredit.
“Green finance bukan hanya soal modal, tapi juga regulasi, transparansi, dan komitmen pemerintah daerah. Investor global mencari daerah yang siap dengan tata kelola jelas,” ujar Syafriadi yang merupakan Kandidat Magister Pengelolaan Sumber Daya Alam (MPSDA) Universitas Syiah Kuala, Kamis (4/9/2025).
Aceh juga masih terjebak pada sektor ekstraktif, seperti tambang batu bara dan sawit yang berkonflik dengan prinsip keberlanjutan. Kondisi ini membuat investor hijau ragu menanam modal, karena citra lingkungan Aceh masih tercoreng praktik deforestasi dan eksploitasi.
Di sisi lain, peluang tetap terbuka. Tren global menunjukkan lembaga keuangan internasional semakin menahan dana untuk proyek berbasis fosil dan lebih banyak menggelontorkan pembiayaan ke energi bersih dan pangan hijau.
Jika Aceh mampu menyiapkan regulasi daerah, insentif pajak, serta memperkuat transparansi tata kelola lingkungan, peluang untuk menarik green finance akan semakin besar.
Green economy di Aceh tidak akan lahir tanpa green finance. Namun, waktu terus berjalan, sementara dunia semakin cepat beralih. Pertanyaan itu kembali menggema, apakah Aceh berani menjemput peluang ini, atau justru terus tertinggal di belakang? (Ics)































