EKONOMI & BISNIS
Pelabuhan Ekspor, Jalan Aceh Bangkit dari Zona Termiskin

ACEHTIMES.CO.ID | BANDA ACEH – Aceh tengah menghadapi tantangan strategis di tengah peluang besar. Produksi crude palm oil (CPO) yang telah menembus angka 1 juta ton per tahun belum sepenuhnya memberi dampak ekonomi optimal bagi daerah. Dari total produksi itu, hanya sekitar 70 ribu ton atau 7 persen yang dapat diekspor langsung melalui pelabuhan lokal seperti Krueng Geukuh dan Calang. Sisanya harus dibawa lewat darat sejauh ±600 kilometer menuju pelabuhan ekspor di Sumatra Utara.
Ketua Harian Jaringan Pengusaha Nasional (Japnas) Aceh, Mahfudz Y. Loethan, yang juga Wakil Ketua Komite Tetap Bidang Perencanaan Pembangunan Wilayah Kadin Indonesia, menegaskan bahwa pembangunan pelabuhan ekspor adalah langkah mendesak dan strategis untuk membuka jalan baru bagi kebangkitan ekonomi Aceh.
“Ini bukan soal proyek pelabuhan semata, ini adalah misi ekonomi. Aceh tidak akan pernah benar-benar lepas dari predikat sebagai daerah termiskin di Sumatera jika komoditas unggulannya terus diekspor lewat provinsi lain,” ujar Mahfudz, Rabu (24/4).
Menurutnya, hilangnya potensi ratusan miliar rupiah setiap tahun akibat biaya logistik yang tinggi adalah kerugian nyata yang menghambat perputaran ekonomi lokal. Biaya angkutan darat yang mencapai sekitar Rp 400 ribu per ton, serta kerusakan jalan yang semakin parah akibat beban kendaraan angkutan CPO, menyebabkan kerugian total hingga Rp 372 miliar per tahun. Selain itu, kerusakan jalan yang terus-menerus juga memaksa pemerintah daerah mengalokasikan dana besar untuk perbaikan, yang seharusnya bisa digunakan untuk pembangunan infrastruktur lainnya.
“Setiap meter pelabuhan yang kita bangun, adalah meter kemajuan yang akan membentuk masa depan Aceh. Ketika pelabuhan berdiri di tanah kita, nilai tambah akan kembali ke masyarakat kita. Inilah cara paling masuk akal dan paling cepat untuk membawa Aceh naik kelas,” tegas Mahfudz.
Ia juga menyebut, selain Krueng Geukuh dan Calang, pelabuhan Sabang memiliki peran penting dalam membuka akses dagang ke jalur pelayaran internasional. Aktivasi Sabang, jika dirancang terintegrasi, akan semakin memperkuat posisi Aceh sebagai simpul logistik regional.
“Pemerintah perlu memberi atensi besar. Ini bukan permintaan dari satu sektor, tapi seruan dari seluruh denyut ekonomi Aceh yang ingin bergerak lebih cepat dan lebih mandiri,” tutupnya. []

