RAMPOE
Prestasi Pelajar Indonesia Terendah di Asia Tenggara

Prestasipelajar Indonesia termasuk terendah di Asia Tenggara, menurut laporan ProgramPenilaian Siswa Internasional baru-baru ini, yang dirilis bulan ini olehOrganisasi untuk Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan (OECD).
ACEHTIMES I JAKARTA – Prestasi siswa Indonesia usia 15 tahun berada pada peringkat 10 terbawah dari 79 negara yang disurvei dalam tiga mata pelajaran yaitu matematika, membaca, dan sains. Hasil itu menunjukkan masalah kualitas pendidikan di Indonesia, negara dengan penduduk terpadat di Asia Tenggara.
“Ini peringatan bagi kitasemua dalam sektor pendidikan,” ujar Totok Amin Soefijanto, pakarkebijakan pada Universitas Paramadina di Jakarta.
Guru yang kurang berkualitasadalah masalah utama. 65% Siswa yang disurvei Program for International StudentAssessment (PISA) atau Program Penilaian Siswa Internasional mengatakan gurumereka jarang memberi umpan balik langsung kepada mereka. Satu dari lima gurusecara berkala mangkir, menurut Bank Dunia pada tahun 2017. Pemerintah telahmelakukan uji kompetensi guru dan pada tahun 2015, skor rata-rata untuk hampirtiga juta guru yang mengikuti tes itu adalah 53 persen, menurut hasil analisisUniversity of Melbourne, Profesor Andrew Rosser.
Desentralisasi menjadi tantangan lain untuk memperbaikipendidikan. Semasa pemerintahan Suharto, tahun 1965 hingga 1998, sistem sekolahsangat terpusat. Tetapi setelah menjadi demokrasi penuh, kebijakan pendidikanperlahan diserahkan ke pemerintah daerah. Geografis Indonesia yang terdiri darilebih 15 ribu pulau, menyulitkan penegakan hal-hal seperti kurikulum standaratau kualifikasi guru.
Desentralisasi menjadi tantangan lain untuk memperbaiki pendidikan. Semasa pemerintahan Suharto, tahun 1965 hingga 1998, sistem sekolah sangat terpusat
“Kami juga kesulitan dalamhal ketidakadilan geografis, karena kami memiliki banyak daerahterpencil,” ujar pekerja sosial dan aktivis yang berbasis di Jakarta, RyanFebrianto.Organization for Economic Cooperation andDevelopment atau Organisasi untuk Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan (OECD)dalam laporannya mencatat, hasil tahun lalu “harus dilihat dalam kontekslangkah besar yang telah diambil Indonesia dalam meningkatkan partisipasi anakbersekolah.”
Dari tahun 2001 hingga 2018,cakupan sampel PISA melonjak dari 46 persen menjadi 85 persen dari siswaberusia 15 tahun. Menurut penulis laporan, ketika memperhitungkan kelemahanpendatang baru ke dalam sistem sekolah, fakta bahwa hasil Indonesia relatifstabil selama periode ini sebenarnya menunjukkan bahwa “Indonesia mampumenaikkan kualitas sistem pendidikannya.”
Kepada
harian Kompas, Menteri Pendidikan Nadiem Makarim mengatakan hasil PISA“tidak boleh dikemas sebagai berita baik” dan mengimbau“perubahan paradigma” dalam standar pendidikan. Ia mengumumkan pekanini bahwa Ujian Nasional akan diganti Penilaian Kompetensi Minimum yang mengujisiswa dalam keterampilan matematika dan membaca. I VOA
