LINTAS NANGGROE
Produksi Padi di Aceh Semakin Menurun Akibat Kekeringan

ACEHTIMES.CO.ID | BANDA ACEH – Dampak dari fenomena El Nino yang menyebabkan kekeringan disejumlah wilayah sejak tahun lalu mengakibatkan produksi padi di Aceh mengalami penurunan. Pada tahun 2022 produksi padi di Aceh berada di angka 1,5 juta ton, sementara tahun 2023 mengalami penurunan menjadi 1,4 juta ton.
Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan (Distanbun) Aceh, Cut Huzaimah, menyikapi dampak kekeringan tersebut, pihaknya bersama stekhoder terkait telah menyusun strategi untuk menghindari darurat pangan.
” Produksi padi di Aceh semakin menurun dibandingkan tahun-tahun lalu, tentu dibutuhkan upaya untuk tetap menjaga kestabilan ini, walaupun Aceh masih surplus, kita kan tidak ingin Aceh mengalami defisit,” sebut Huzaimah saat Dialog Pagi Banda bersama RRI, Senin (1/7/2024).
Diungkapkan Huzaimah, secara nasional sebanyak 60 persen irigasi pertanian mengalami kerusakan dan butuh perbaikan, begitu juga di Aceh. Apabila kondisi ini terus berlanjut tidak menutup kemungkinan produksi padi kedepan semakin menurun.
Adapun upaya yang telah dan tengah dilakukan pihaknya bersama stekhoder terkait dalam mengantisipasi dampak kekeringan ini yaitu lewat program pompanisasi.
“Ada 560 unit bantuan pompa baik ukuran kecil hingga besar yang telah disiapkan, dan tersebar di 22 kabupaten kota, nantinya akan kita tambahkan lagi ditahun ini,” ungkapnya.
Dikataakan Huzaimah, pihaknya juga melakukan perluasan areal tanam, dengan optimalisasi lahan rawa sawah menjadi 2 kali tanam. Perluasan tersebut sudah dilakukan sebanyak 11.500 hektar tersebar di 6 kabupaten kota. Selain itu, penambahan alokasi pupuk subsidi, yang sebelumnya Aceh mendapatkan 103.000 ton pupuk subsidi, kini menjadi 223.000 ton.
Sementara itu, Kepala Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Stasiun Klimatologi Aceh, Muhajir pada kesempatan yang sama mengatakan, Suhu global saat ini terus mengalami kenaikan yang signifikan, kondisi ini sudah terjadi sejak tahun 2023 lalu.
“Prediksi BMKG sebagian besar wilayah Aceh, mengalami puncak musim kemarau pada Juni dan Juli 2024,” ungkap Muhajir saat menjadi narasumber dalam dialog tersebut.
Dijelaskan Muhajir, pola iklim di Aceh tidak semua sama, suhu antara wilayah barat dan Utara Aceh memiliki perbedaan. Wilayah pesisir Barat dan Selatan Aceh jumlah peluang hujan lebih tinggi sepanjang tahun. Sementara untuk wilayah Banda Aceh hingga Tamiang mulai Juni mengalami curah hujan yang lebih sedikit.
Dirincikannya, salah satu dampak dari musim kemarau tersebut adalah perbedaan suhu yang lebih panas dari musim lainnya, dan memicu terjadinya kekeringan. Fenomena ini bukan lagi sekadar isu ilmiah, tetapi harus menjadi perhatian serius, bagi kelangsungan kehidupan dan ekosistem bumi secara keseluruhan, tidak terkecuali di Aceh.
Awal tahun 2024 BMKG Stasiun Klimatologi Aceh, telah merilis informasi terkait perkiraan musim kemarau untuk provinsi paling Barat Indonesia ini.
“BMKG memprediksi musim penghujan kembali terjadi pada awal September dan akan mengalami puncak pada November dan Desember,” tutupnya.| RRI
<span;>

