LINTAS NANGGROE
Sejarah Lahirnya Dana Otsus Aceh, Dari MoU Helsinki hingga Undang-Undang
 
																								
												
												
											ACEHTIMES.CO.ID | BANDA ACEH – Dana Otonomi Khusus (Otsus) Aceh merupakan salah satu hasil penting dari kesepakatan damai antara Pemerintah Republik Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) yang ditandatangani di Helsinki, Finlandia, pada 15 Agustus 2005. Perjanjian yang dikenal sebagai MoU Helsinki itu menjadi tonggak perdamaian setelah puluhan tahun konflik bersenjata di Aceh.
Salah satu poin utama dalam MoU tersebut adalah pemberian kewenangan khusus bagi Aceh untuk mengatur dan mengurus dirinya sendiri dalam berbagai bidang, termasuk dalam hal pengelolaan keuangan.
Dari sinilah kemudian lahir mekanisme Dana Otsus sebagai bentuk afirmasi dari pemerintah pusat.
Dana Otsus resmi diatur melalui Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA). Dalam pasal-pasalnya ditegaskan bahwa Aceh mendapatkan alokasi khusus dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sebesar 2 persen dari Dana Alokasi Umum (DAU) Nasional setiap tahun, dimulai sejak 2008 hingga 2027.
Tujuan utama Dana Otsus adalah untuk mempercepat pembangunan ekonomi, meningkatkan kualitas pendidikan dan kesehatan, menekan angka kemiskinan, membangun infrastruktur, sekaligus memperkuat perdamaian dan kesejahteraan masyarakat Aceh pasca-konflik.
Sejak pertama kali digulirkan, dana ini telah menjadi salah satu sumber keuangan terbesar bagi pembangunan Aceh. Namun, seiring perjalanan waktu, muncul pula berbagai evaluasi terkait efektivitas penggunaan dana tersebut, termasuk sorotan mengenai transparansi dan pemerataan manfaatnya.
Kini, memasuki dua dekade pasca-MoU Helsinki, masyarakat Aceh dihadapkan pada pertanyaan besar, apakah Dana Otsus benar-benar mampu menjawab harapan sebagaimana yang dirumuskan dalam perjanjian damai? (Ics)






































