POLITIK
Wagub Fadhlullah Desak Revisi UUPA, Soroti Pemangkasan Kewenangan Aceh

ACEHTIMES.CO.ID | JAKARTA – Wakil Gubernur Aceh, Fadhlullah, yang juga Ketua DPD Partai Gerindra Aceh dan akrab disapa Dek Fadh, bersama Ketua DPRA Zulfadli serta jajaran Pemerintah Aceh, menyambangi Badan Legislasi (Baleg) DPR RI untuk menyerahkan draf usulan revisi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA), Selasa, 24 Juni 2025. Pertemuan ini menjadi bagian dari ikhtiar memperkuat otonomi khusus Aceh sebagaimana diamanatkan dalam MoU Helsinki 2005.
Dalam pertemuan yang berlangsung di ruang rapat Baleg, Gedung Nusantara I DPR RI, Pemerintah Aceh menyoroti sejumlah ketentuan dalam UUPA yang dianggap belum selaras dengan semangat perdamaian dan kebutuhan aktual di lapangan.
“Ketentuan umum yang bersifat nasional sering kali menjadi penghalang bagi Aceh untuk menjalankan kewenangan kekhususannya,” tegas Fadhlullah.
Salah satu fokus utama pembahasan adalah masa berlaku Dana Otonomi Khusus (Otsus) Aceh yang akan berakhir pada 2027. Pemerintah Aceh mengusulkan perpanjangan dana tersebut dengan peningkatan dari 1% menjadi 2,5% dari Dana Alokasi Umum (DAU) Nasional, guna menjamin keberlanjutan layanan publik.
“Terkait Dana Otsus, jika tidak diperpanjang, akan terjadi kekacauan di lapangan. Rakyat Aceh telah terbiasa mendapat pelayanan kesehatan secara gratis misalnya, melalui dana otsus selama hampir dua dekade,” ujar Fadhlullah.
Ia juga menyoroti sejumlah regulasi nasional yang menghambat implementasi kekhususan Aceh, seperti insentif zakat dalam bentuk pengurangan pajak dan perdagangan luar negeri yang tidak dapat dijalankan karena belum adanya aturan turunan.
“Termasuk klausul mengenai perdagangan luar negeri atau insentif zakat dalam bentuk pengurangan pajak tidak dapat diterapkan karena terganjal oleh regulasi nasional dan belum adanya Peraturan Pemerintah (PP) yang menjembatani,” katanya.
Sementara itu, Ketua DPRA Zulfadli menjelaskan bahwa pihaknya telah memfinalisasi usulan perubahan terhadap delapan pasal dalam UUPA dan menambahkan satu pasal baru. Proses ini dilakukan melalui kajian akademik yang mendalam dan serangkaian Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan masyarakat di berbagai daerah.
Menanggapi aspirasi tersebut, Ketua Baleg DPR RI Bob Hasan menyatakan dukungan atas semangat revisi UUPA, namun mengingatkan pentingnya pendekatan yang harmonis dan berperspektif nasional.
“Aceh bukan entitas yang terpisah dari NKRI, tetapi memiliki kekhususan yang lahir dari sejarah panjang perjuangan dan peristiwa politik yang tidak sederhana,” ujar Bob Hasan.
Sebagai catatan, UUPA merupakan turunan hukum dari MoU Helsinki yang menjadi fondasi perdamaian antara Pemerintah RI dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Meski sudah hampir dua dekade berjalan, berbagai kendala teknis dan hukum masih dirasakan dalam implementasi di tingkat daerah.
Baleg DPR RI berkomitmen menindaklanjuti usulan ini dengan mengkaji naskah akademik yang telah diserahkan, serta menjadwalkan agenda harmonisasi sebelum masuk ke pembahasan resmi dalam forum legislatif.
Langkah kolaboratif antara Pemerintah Aceh, DPRA, dan DPR RI ini menjadi bagian penting dalam menjaga semangat perdamaian yang berkeadilan dan berkelanjutan di Tanah Rencong. []

